Di tengah ribut-ribut tentang proses go public PT Krakatau Steel Tbk, tulisan ini mencoba melihat proses privatisasi, IPO (intial public offering) dan rights issue, tapi dengan mengesampingkan dimensi politiknya.
Walaupun pada kenyataannya kebijakan publik pasti tidak terlepas dari politik, masyarakat awam juga berhak mendapat penjelasan tentang proses privatisasi tanpa mereka harus dibingungkan dengan hiruk pikuk di sisi politiknya.
Marilah kita lihat apakah proses IPO dan rights issue badan usaha milik negara (BUMN) perlu diperbaiki atau tidak.
Apakah privatisasi dibutuhkan oleh negara ini? Jawabannya iya karena pemerintah tidak menyediakan dana APBN bagi BUMN yang memerlukan tambahan modal untuk ekspansi usaha.
Tambahan modal juga dibutuhkan oleh bank. Perbankan terikat peraturan permodalan capital adequacy ratio (CAR) yang mana peraturan Basel Committee semakin lama semakin ketat, apalagi Indonesia menjadi anggota G-20.
Setiap penambahan kredit cenderung akan menurunkan CAR. Kalau pada era 1990-an suatu bank dengan CAR 8% dianggap cukup maka sekarang setelah krisis global 2008, bank-bank besar cenderung ingin memiliki CAR di atas 12%.
Maka dari itu tidak heran jika bank BUMN seperti BNI, Bank Mandiri, serta bank swasta seperti Bukopin, BTPN, dan CIMB Niaga, ingin meningkatkan CAR-nya agar bisa tetap di atas 12%. Pada 2011-2012, BRI dan BTN kemungkinan juga perlu melakukan tambahan modal.
Bagi perusahaan yang baru pertama kali masuk bursa, maka disebut melakukan IPO seperti dilakukan oleh PT Krakatau Steel Tbk.
Sedangkan bagi perusahaan yang sudah tercatat di bursa efek seperti BNI dan Bank Mandiri maka penambahan modal itu disebut rights issue yaitu menawarkan tambahan saham kepada pemilik lama.
Apabila pemilik lama tidak berminat maka haknya (rights) akan dijual kepada investor yang berminat. Inilah yang akan terjadi nanti pada saat BNI dan Bank Mandiri melakukan rights issue yaitu porsi rights pemerintah akan ditawarkan kepada investor yang berminat, karena pemerintah tidak menyediakan APBN buat tambahan modal di BNI dan Bank Mandiri.
Proses dimulai dari persetujuan oleh komite privatisasi di pemerintah dan DPR. Setelah mendapat persetujuan DPR maka proses pengurusan di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) dimulai sambil proses penjajakan minat oleh perusahaan sekuritas yang bertindak sebagai penjamin emisi (underwriter) dan agen penjual.
Penjajakan minat ini dilakukan oleh analis dan tenaga penjual perusahaan sekuritas kepada investor institusi di dalam negeri dan di luar negeri tanpa dihadiri oleh emiten, yaitu dalam rangka mendapat berapa kira-kira rentang harga bawah dan atas pada public expose.
Karena para investor institusi seperti reksa dana, asuransi, dana pensiun sudah mempunyai pengetahuan luas tentang valuasi berbagai perusahaan maka pendapat para investor tersebut harus diperhatikan.
Rentang harga IPO Krakatau Steel Rp800 hingga Rp1.150 dan rights issue BNI Rp2.300 hingga Rp3.700 sudah melalui proses tersebut.
Investor pasti ingin dapat untung besar sehingga pihak underwriter dan pemilik (pemerintah) juga harus jeli melihat kondisi pasar apakah sedang bullish atau sedang bearish agar rentang harga yang ditawarkan pada saat public expose tidak terlalu murah tapi juga tidak terlalu mahal.
Metode valuasi yang dipakai bukan hanya price earning ratio (PER) yang sering disebut-sebut oleh beberapa politikus. Berbagai metode dipakai, bisa metode PER, PBV (price book value), discounted cashflow, EV/Ebitda, dsb. Bisa saja suatu saham terlihat murah dari sisi PER tapi mahal dari sisi PBV, EV/Ebitda, dan discounted cashflow.
Setelah public expose maka emiten, pemilik (pemerintah), underwriter serta agen penjual melakukan roadshow di dalam negeri dan luar negeri menawarkan saham.
Biasanya ini berlangsung sekitar 7 hari sampai dengan 12 hari. Inilah periode book building untuk fixed allocation yaitu para investor utama akan menaruh minat atau tidak, di harga berapa, dan berapa banyak lembar saham.
Pada hari terakhir book building dilihat berapa banyak permintaan yang masuk dan di harga berapa. Apakah permintaan undersubscribe atau oversubscribe. Jika pasar bullish maka berapa kali oversubscribe-nya serta bagaimana kualitas investornya ini pun harus dievaluasi.
Mengapa investor harus diberi untung? karena jika investor tidak melihat prospek keuntungan maka mereka tidak akan mau menaruh modal membiayai ekspansi BUMN yang bersangkutan. Jangan lupa bahwa investor seperti Jamsostek, Taspen, dana pensiun, dan reksa dana, mengelola uang masyarakat Indonesia.
Berapakah kenaikan harga yang wajar? mohon maaf, tidak ada rumusnya. Ini tergantung dari kondisi pasar, sedang bearish atau bullish.
Di sinilah diperlukan strategi, yaitu kemampuan penjamin emisi dan pemerintah membaca pasar, berapa harga yang pantas, yaitu memberi untung kepada investor tetapi juga tidak merugikan emiten dan pemilik.
Stabilitas harga setelah IPO juga penting, jangan sampai harga naik signifikan di hari pertama tetapi kemudian turun drastis jika ternyata laporan kinerja keuangan dipublikasi 3 bulan kemudian hasilnya mengecewakan.
Agar stabilitas harga tercapai maka investor di IPO biasanya dipilih lebih banyak investor institusi. Terlalu banyak investor ritel di pasar perdana sering kali menimbulkan volatilitas yang tinggi di pasar sekunder.
Bukan ilmu pasti
Namun, perlu diingat bahwa prediksi ini semua bukan ilmu pasti karena dalam situasi pasar bullish maka investor ritel malahan akan membantu harga naik lebih tinggi daripada perkiraan.
Biasanya kenaikan yang diharapkan investor di hari pertama adalah 10% sampai dengan 25%. Tapi bukan hal yang luar biasa bagi suatu IPO kenaikan harga di hari pertama dan kedua mencapai 50% bahkan 80% terutama untuk IPO yang oversubscribe berkali-kali lipat dan kondisi pasar sedang sangat bullish.
Harga Krakatau Steel yang naik dari Rp850 ke Rp1.290, maka saat ini valuasinya sudah tidak murah, yaitu mencapai PER 15,7 dan EV/Ebitda 8,7 memakai proyeksi tahun 2011.
Bandingkan dengan Posco Korea yang hanya PER 7,8 dan EV/Ebitda 4,6. Tapi dalam hal ini pemerintah tidak dirugikan karena sekarang 80% saham pemerintah di KS nilainya juga naik 52%.
Bagaimana alokasi saham yang adil? Pada saat pasar sedang bullish sudah pasti banyak investor ingin mendapat alokasi pada periode fixed allocation.
Masa fixed allocation diperlukan karena jika penawaran saham dalam jumlah besar diserahkan kepada masa pool allocation maka risiko penawaran saham tidak terserap menjadi besar sekali karena pool allocation diperuntukkan bagi investor ritel yang lebih sulit diprediksi minatnya dibandingkan investor institusi.
Tapi prinsip tata kelola yang baik adalah para pihak terafiliasi dilarang ikut memesan saham pada fixed allocation. Para pihak terafiliasi adalah pengurus emiten, para pegawai profesi penunjang, dan pengurus pemilik.
Dalam hal privatisasi maka definisi pemilik tentunya harus mencakup para pejabat dan politisi yang mempunyai wewenang memutus privatisasi. Di sinilah mungkin aturan perlu dipertegas.
# Tulisan ini merupakan pendapat pribadi.
Oleh Mirza Adityaswara
Anggota Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia
No comments:
Post a Comment