Jaminan pemberian kredit adalah keyakinan bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi pembiayaan sesuai dengan yang diperjanjikan.
Dengan demikian bank dilarang untuk memberikan pembiayaan kepada siapapun tanpa jaminan pemberian kredit sebagaimana tersebut di atas.
Jaminan pemberian kredit diperoleh bank melalui penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha debitur.
Agunan adalah jaminan material, surat berharga, garansi risiko yang disediakan oleh debitur untuk menanggung pembayaran kembali suatu pembiayaan, apabila debitur tidak dapat melunasi pembiayaan sesuai dengan yang diperjanjikan.
Agunan dapat berupa barang, proyek atau hak tagih yang dibiayai dengan pembiayaan yang bersangkutan, dan barang lain, surat berharga atau garansi risiko yang ditambahkan sebagai agunan tambahan.
Dasar Hukum
a. Agunan diperlukan untuk memperkecil risiko-risiko yang merugikan Bank serta untuk melihat kemampuan nasabah dalam menanggung pembayaran kembali atas hutang yang diterima dari Bank.
"Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungngan yang dipegang oleh yang berpiutang. Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya), dan hendaklah dia bertakwa kepada Allah, Tuhannya......."
b. Dari Aisyah bahwasanya Rasulullah SAW pernah membeli bahan makanan dari seorang Yahudi dengan hutang dan beliau memberikan baju besinya sebagai jaminan (HR. Bukhari, Muslim dan Nasa'i).
c. Dari Abu Huraihah r.a. bahwa Rasulullah SAW bersabda; "Siapa yang bangkrut (muflis), lalu krediturnya mendapatkan barangnya sendiri pada si bangkrut, maka kreditur itu lebih berhak untuk menarik kembali barangnya itu daripada lainnya" (HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa'i dan Ibnu Majah).
d. Berdasarkan Undang-undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 10 tahun 1998 ditetapkan bahwa setiap pembiayaan yang diberikan harus didasari atas keyakinan bahwa nasabah mampu untuk mengembalikan kewajiban sesuai dengan yang diperjanjikan. Untuk mendukung keyakinan tersebut ditetapkan ketentuan bahwa setiap pembiayaan yang diberikan kepada nasabah wajib didukung adanya jaminan.
Maksud dan Tujuan Penguasaan/Pengikatan Agunan
a. Guna memberikan hak dan kekuasaan kepada bank untuk mendapatkan pelunasan dengan barang-barang agunan tersebut bilamana nasabah bercidera janji, yaitu tidak bisa membayar kembali hutangnya pada waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian.
b. Menjamin agar nasabah berperan dan/atau turut serta dalam transaksi yang dibiayai, sehingga dengan demikian kemungkinan nasabah untuk meninggalkan usaha/proyeknya dengan merugikan diri sendiri atau perusahaannya dapat dicegah, atau minimum kemungkinan untuk berbuat demikian diperkecil.
c. Memberi dorongan kepada nasabah untuk memenuhi Akad Pembiayaan, khususnya mengenai pembayaran kembali (pelunasan) sesuai dengan syarat-syarat yang telah disetujui, agar nasabah tidak kehilangan kekayaan yang telah dijaminkan kepada bank.
Kriteria Barang Agunan
Suatu barang yang dapat dijadikan agunan harus memenuhi kriteria sbb.:
Mempunyai nilai ekonomis dalam arti dapat dinilai dengan uang dan memiliki nilai/harga yang relatif stabil (valuability), serta dapat dengan mudah dijadikan uang melalui transaksi jual beli (marketability).
Dapat dinilai secara umum dan pasti, bukan merupakan penilaian yang dipengaruhi faktor subjektifitas tinggi (ascertainability). Contoh barang yang tidak memiliki kriteria tersebut misalnya lukisan, barang antik, benda pusaka atau sarang burung walet.
Mempunyai nilai yuridis (legality) dalam arti memiliki bukti kepemilikan yang sah dan kuat berdasarkan hukum positif yang berlaku, serta dapat dipindah-tangankan kepemilikannya (transferability).
Jenis Agunan
a. Berdasarkan sifatnya, agunan dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu:
1) Agunan Kebendaan
Penyerahan hak oleh nasabah/pihak ketiga atas barang-barang miliknya kepada bank guna dijadikan agunan atas fasilitas pembiayaan yang diperoleh nasabah, dimana bank mempunyai hak untuk mengambil pelunasan atas fasilitas pembiayaannya dari hasil penjualan barang tersebut apabila nasabah cidera janji.
Jenis agunan kebendaan terdiri dari:
a) Benda tidak bergerak
Yang dimaksud dengan barang tidak bergerak adalah tanah dan barang-barang lain yang karena sifatnya oleh undang-undang dinyatakan sebagai benda tidak bergerak.
Contoh: tanah & bangunan, pesawat terbang, kapal laut dengan bobot 20 M3 ke atas.
b) Benda bergerak
Yang dimaksud barang bergerak adalah semua barang yang secara pisik dapat dipindahtangankan kecuali apabila karena ketentuan undang-undang barang tersebut ditetapkan sebagai barang tidak bergerak.
Contoh : kendaraan bermotor, peralatan kantor, persediaan barang, perhiasan, mesin-mesin, kapal laut dengan bobot di bawah 20 M3, tagihan, surat berharga (marketable securities), serta deposito (cash collateral).
2) Agunan Non-Kebendaan
Adalah suatu perjanjian penanggungan hutang di mana pihak ke III mengikatkan diri untuk memenuhi kewajiban debitur dalam hal debitur tidak dapat memenuhi kewajibannya (wan prestasi) kepada bank.
a) Jenis Agunan Non-Kebendaan
(1) Personal Guarantee/Borgtocht
Adalah jaminan seseorang pihak ke III yang menjamin pembayaran kembali kepada bank sekiranya yang berhutang (debitur) tidak mampu (gagal) dalam memenuhi kewajiban-kewajiban finansiilnya terhadap kreditur (bank).
Personal Guarantee/borgtocht ini bersifat umum, artinya mengakibatkan seluruh harta kekayaan si penjamin (guarantor) menjadi jaminan pembiayaan debitur yang bersangkutan dengan mengesampingkan ketentuan Pasal 1831 KUH Perdata dan telah ada persetujuan suami/isteri.
(2) Corporate Guarantee
Adalah jaminan perusahaan (pihak ke III) yang menjamin pembayaran kembali kepada bank sekiranya yang berhutang (debitur) tidak mampu (gagal) dalam memenuhi kewajiban-kewajiban finansiilnya terhadap kreditur (bank).
Jaminan perorangan/jaminan perusahaan diatur dalam pasal 1820 s/d 1850 KUH Perdata.
No comments:
Post a Comment