Tuesday, March 31, 2020

OJK HADAPI COVID 19

SIARAN PERS

STABILITAS SEKTOR JASA KEUANGAN TETAP TERJAGA DI TENGAH MEREBAKNYA WABAH VIRUS CORONA

Jakarta, 27 Maret 2020. Otoritas Jasa Keuangan menilai stabilitas sektor jasa keuangan sampai Maret masih dalam kondisi terjaga dengan intermediasi sektor jasa keuangan masih membukukan kinerja positif dan profil risiko industri jasa keuangan tetap terkendali meski perekonomian tertekan akibat merebaknya virus Corona di banyak negara.

OJK sejak Februari lalu juga telah mengeluarkan berbagai kebijakan stimulus perekonomian di sektor perbankan, pasar modal dan industri keuangan non bank yang diharapkan menjadi countercyclical dampak penyebaran virus Corona sehingga bisa mendorong optimalisasi kinerja industri jasa keuangan khususnya fungsi intermediasi, menjaga stabilitas sistem keuangan, dan mendukung pertumbuhan ekonomi.

OJK senantiasa memantau perkembangan ekonomi global yang sangat dinamis dan berupaya untuk terus memitigasi potensi risiko yang ada terhadap kinerja sektor jasa keuangan domestik.

Kondisi perekonomian global diperkirakan akan terkontraksi cukup dalam pada semester 1-2020 dan mulai kembali pulih pada semester 2-2020 seiring dengan wabah virus Corona yang terus meningkat, khususnya di luar Tiongkok. Namun demikian, pulihnya perekonomian global akan sangat bergantung pada berakhirnya wabah virus Corona di tataran global.

Perekonomian AS dan Eropa diprediksi akan terkontraksi pada Q2-2020 mengingat penyebaran virus Corona di AS dan Eropa baru akan mencapai puncaknya pada April dan Mei, sedangkan perekonomian Tiongkok diprediksi telah membaik pada Q2-2020 sejalan dengan mulai melambatnya penyebaran virus Corona di Tiongkok.

Besarnya sentimen negatif terkait penyebaran virus Corona baik secara global maupun perkembangan di Indonesia mempengaruhi kinerja sektor jasa keuangan domestik, khususnya di pasar keuangan, baik pasar saham maupun SBN.

Sejak awal Maret 2020 sampai dengan 24 Maret 2020, investor nonresiden tercatat keluar dari pasar saham dan SBN masing-masing sebesar Rp6,11 triliun dan Rp98,28 triliun (data DJPPR: 23 Maret 2020). Dengan kondisi tersebut, pasar saham melemah signifikan sebesar 27,79% mtd atau 37,49% ytd menjadi 3.937,6, diikuti dengan pelemahan di pasar SBN dengan yield yang rata-rata naik sebesar 118,8 bps mtd atau 95bps ytd. Pelemahan ini disebabkan pada kekhawatiran investor terhadap virus Corona yang akan berdampak pada kinerja emiten di Indonesia.

Sementara itu, kinerja intermediasi lembaga jasa keuangan Februari 2020 bergerak sejalan dengan perkembangan yang terjadi di perekonomian domestik. Kredit perbankan mencatat pertumbuhan positif sebesar 5,93% yoy, ditopang oleh kredit investasi yang tetap tumbuh double digit di level 10,29% yoy. Piutang pembiayaan Perusahaan Pembiayaan meningkat 2,82% yoy.

Di tengah pertumbuhan intermediasi lembaga jasa keuangan, profil risiko masih terjaga dengan rasio NPL gross sebesar 2,79% (NPL net: 1,00%) dan Rasio NPF sebesar 2,66%.

Dari sisi penghimpunan dana, Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan tumbuh sebesar 6,80% yoy, lebih tinggi dari pertumbuhan kredit. Selain itu, sepanjang Februari 2020, industri asuransi berhasil menghimpun premi sebesar Rp46,5 triliun dan tumbuh sebesar 4,73% yoy.

Sampai dengan 24 Maret 2020, penghimpunan dana melalui pasar modal telah mencapai Rp21,55 triliun. Adapun jumlah emiten baru pada tahun ini telah terdapat 13 perusahaan, dengan pipeline penawaran sebanyak 61 emiten dengan total indikasi penawaran sebesar Rp28,8 triliun.

Risiko nilai tukar perbankan berada pada level yang rendah pada Februari 2020, dengan rasio Posisi Devisa Neto (PDN) sebesar 2,35%, jauh di bawah ambang batas ketentuan sebesar 20%.

Sementara itu, likuiditas dan permodalan perbankan berada pada level yang memadai. Liquidity coverage ratio dan rasio alat likuid/non-core deposit masing- masing sebesar 212,30% dan 108,12%, jauh di atas threshold masing-masing sebesar 100% dan 50%.

Permodalan lembaga jasa keuangan terjaga stabil pada level yang tinggi. Capital Adequacy Ratio perbankan sebesar 22,42%. Sejalan dengan itu, Risk-Based Capital industri asuransi jiwa dan asuransi umum masing-masing sebesar 670% dan 312%, jauh di atas ambang batas ketentuan sebesar 120%.

Stimulus OJK

Menghadapi kondisi perekonomian yang terdampak penyebaran virus Corona, OJK telah dan akan mengeluarkan berbagai kebijakan di sektor perbankan, pasar modal dan industri keuangan non bank.

Di sektor IKNB, OJK menyiapkan relaksasi ketentuan antara lain:

1. Perpanjangan batas waktu penyampaian laporan berkala IKNB kepada OJK;

2. Pelaksanaan penilaian kemampuan dan kepatutan (fit and proper test) pihak utama IKNB dapat dilaksanakan melalui video conference;

3. Penetapan kualitas aset pembiayaan dan restrukturisasi pembiayaan, yaitu:

  • Penilaian kualitas pembiayaan hanya berdasarkan ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga untuk pembiayaan s.d Rp10 miliar;
  • IKNB yang menyalurkan pembiayaan dapat melakukan restrukturisasi terhadap debitur/nasabah yang terkena dampak penyebaran COVID-19, dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
  1. Adanya proses dan kebijakan restrukturisasi dari pemberi pinjaman, bagi sumber pendanaan dalam bentuk executing;
  2. Adanya proses dan kebijakan restrukturisasi dari pihak pemilik dana, dalam hal penyaluran pembiayaan dilaksanakan melalui joint financing dan channeling;
  3. Adanya permohonan restrukturisasi debitur/nasabah yang terkena dampak penyebaran COVID-19; dan/atau
  4. Adanya penilaian kebutuhan dan kelayakan restrukturisasi dari pihak IKNB;
  • Kualitas pembiayaan bagi debitur/nasabah yang terkena dampak penyebaran COVID-19 yang direstrukturisasi ditetapkan lancar sejak dilakukan restrukturisasi;

4. Dalam rangka perhitungan tingkat solvabilitas perusahaan asuransi atau tingkat pendanaan dana pensiun dengan program manfaat pasti, aset yang berupa surat utang dapat dinilai berdasarkan nilai perolehan yang diamortisasi; dan

5. Penundaan pelaksanaan ketentuan life cycle fund bagi dana pensiun yang menyelenggarakan program pensiun iuran pasti.

Sementara kebijakan stimulus di sektor perbankan yang sudah berjalan terdiri dari:

1. Penilaian kualitas kredit/pembiayaan/penyediaan dana lain hanya berdasarkan ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga untuk kredit s.d Rp10 miliar; dan

2. Peningkatan kualitas kredit/pembiayaan menjadi lancar setelah direstrukturisasi. Ketentuan restrukturisasi ini dapat diterapkan Bank tanpa batasan plafon kredit atau jenis debitur (Non-UMKM dan UMKM).

Relaksasi pengaturan ini berlaku sampai dengan satu tahun setelah ditetapkan. Mekanisme penerapan diserahkan sepenuhnya kepada kebijakan masing-masing bank dan disesuaikan dengan kapasitas membayar debitur.

Di sektor pasar modal, untuk meredam volatilitas pasar modal, OJK juga telah mengambil berbagai kebijakan:

  1. Pelarangan short selling;
  2. Assymmetric auto rejection;
  3. Trading halt 30 menit untuk penurunan indeks 5%, dan;
  4. Buy back saham tanpa melalui RUPS;
  5. Perpanjangan penggunaan laporan Keuangan untuk IPO dari 6 bulan menjadi 9 bulan.

Selain itu, mempertimbangkan kondisi terkini, OJK juga telah mengeluarkan kebijakan sebagai berikut: relaksasi batas waktu penyampaian laporan keuangan dan penyelenggaraan RUPS, memperkenankan emiten untuk dapat melakukan RUPS melalui sistem elektronik (e-RUPS), relaksasi berlakunya Laporan Keuangan dan Laporan Penilaian di Pasar Modal; relaksasi terkait masa penawaran awal dan penawaran umum.

OJK  juga  mengeluarkan  kebijakan  relaksasi  nilai  haircut  untuk  perhitungan collateral  dan Modal Kerja  Bersih  Disesuaikan (MKBD),  stimulus  dan   relaksasi kepada industri pengelolaan investasi, penyingkatan jam perdagangan di bursa efek, di penyelenggara pasar alternatif, dan waktu operasional penerima laporan transaksi efek, serta penyesuaian waktu penyelesaian transaksi perdagangan efek.

Berbagai kebijakan ini diharapkan bisa membantu upaya Pemerintah dalam memberikan ruang pelonggaran kepada sektor usaha termasuk usaha mikro dan kecil agar diringankan pembayaran kredit atau pembiayaannya serta dimudahkan untuk kembali mendapatkan kredit atau pembiayaan dari perbankan dan perusahaan pembiayaan.

***

Informasi lebih lanjut:

Deputi Komisioner Humas dan Logistik Anto Prabowo Telp. 021.29600000 Email:

BI menghadapi Covid 19

  1. Perkembangan indikator ekonomi terkini
     
    1. Nilai tukar Rupiah. Rupiah bergerak dalam mekanisme pasar yang baik. Tekanan dari global mereda meskipun ketidakpastian masih relatif tinggi. Hari ini Rupiah diperdagangkan di sekitar Rp16.350 per dolar AS. BI menegaskan kembali bahwa kebutuhan valas selain melalui spot dapat dipenuhi melalui transaksi Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF).
    2. Aliran modal asing. Outflow seminggu terakhir mereda, bahkan mulai terjadi inflow. Lelang SBN hari ini (31/3) oleh Kementerian Keuangan tercatat Rp22,2 triliun telah dimenangkan dari target Rp15 triliun dan dari penawaran yang masuk sebesar Rp35,15 triliun. Hal ini menunjukkan bahwa minat investor terhadap investasi portofolio masih relatif tinggi. Meskipun demikian, aliran investasi portofolio secara tahun kalender (ytd) masih mengalami net outflow sebesar Rp145,1 triliun (termasuk data crossing saham), terutama dikontribusi dari pasar SBN (Surat Berharga Negara). Sebagian besar outflow terjadi di periode pandemik global COVID-19 terhitung sejak 20 Januari 2020 s.d. 30 Maret 2020, sebesar Rp167,9 triliun.
     

    Dalam rangka menjaga stabilisasi nilai tukar Rupiah sesuai dengan fundamental dan mekanisme pasar, BI terus memperkuat intensitas triple intervention baik secara spot, DNDF, dan pembelian SBN dari pasar sekunder. BI melakukan pembelian SBN di pasar sekunder sebesar 172,5 triliun (ytd), yang diantaranya sebesar Rp166,2 triliun dilakukan melalui pembelian dari pasar sekunder yang dilepas investor asing.

    1. Inflasi. Berdasarkan Survei Pemantauan Harga pada minggu IV Maret 2020, inflasi Maret 2020 lebih rendah dari bulan sebelumnya, tercatat sampai dengan minggu keempat diperkirakan sebesar 0,13% (mtm). Sehingga secara tahun kalender sebesar 0,80% (ytd), dan secara tahunan sebesar 3,00% (yoy)
     
  2. BI bersama OJK, industri perbankan, PJSP, dan PJPUR berkomitmen untuk menjaga kelancaran layanan sistem pembayaran dan transaksi keuangan untuk mendukung berbagai kegiatan ekonomi
    1. Penyesuaian jadwal kegiatan operasional yang berlaku sejak 30 Maret 2020 telah berjalan lancar.
    2. Koordinasi tugas kritikal berjalan sangat baik dan lancar. BI dan perbankan telah melakukan split operation dan merelokasi pegawai agar berdekatan dengan lokasi operasi kritikal tersebut.
    3. BI bersama industri memastikan bahwa pemenuhan kebutuhan uang tunai dilakukan secara front loading  dan menambah persediaan uang di ATM.
    4. BI mengimbau masyarakat untuk meningkatkan transaksi melalui non tunai, yang sejalan dengan dukungan terhadap bekerja dari rumah (WFH) dan social/physical distancing. Untuk itu BI menetapkan penyesuaian atas MDR QRIS menjadi 0% khusus untuk merchant dengan kategori Usaha Mikro (UMI) yang berlaku mulai 1 April 2020 s.d. 30 September 2020 dan penurunan biaya SKNBI yang berlaku efektif sejak 1 April 2020 sampai dengan 31 Desember 2020. Selain itu, BI akan terus mendukung program-program pemerintah dalam menyalurkan dana bantuan sosial melalui pembayaran non-tunai.
  3.  
  4. BI terus melakukan komunikasi dengan investor global dan otoritas moneter di regional
    BI bersama Kemenkeu akan terus melakukan komunikasi dengan investor global mengenai perkembangan ekonomi Indonesia, langkah stabilisasi moneter dan pasar keuangan. Investor global mengapresiasi langkah Pemerintah dan BI dalam mengelola perekonomian sehingga masih menaruh kepercayaan terhadap kondisi perkembangan ekonomi dan keuangan Indonesia. Terkait dengan hal tersebut, BI bersama dengan Bank Sentral yang tergabung dalam kerjasama ASEAN-5, melalui video conference telah berkoordinasi dan tukar menukar informasi terkait stabilisasi moneter dan pasar keuangan, maupun kebijakan fiskal yang ditempuh di masing-masing negara dalam memitigasi dampak penyebaran COVID-19. Hal tersebut merupakan langkah bersama dan menunjukkan bahwa BI telah melakukan kerjasama dan berkomunikasi secara regional maupun internasional.
  5.  
  6. BI terus melakukan langkah-langkah memperkuat stabilitas moneter dan pasar keuangan bersama Pemerintah dan OJK
    BI menilai bahwa stabilitas sistem keuangan masih terjaga dan kondisinya masih lebih baik apabila dibandingkan dengan tahun 2008 (Global Financial Crisis/GFC) bahkan 1997-1998 (Krisis moneter Asia). Stabilitas sistem keuangan terjaga yang tercemin dari rasio kecukupan modal (Capital Adequancy Ratio/CAR) perbankan Januari 2020 yang tinggi yakni 23,3% dan rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) yang tetap rendah yakni 2,77% (gross) dan 1,08% (net).
    BI akan terus berkoordinasi secara erat dalam melakukan langkah tersebut bersama Kementerian Keuangan, OJK, dan LPS yang tergabung dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), termasuk memperkuat Protokol Manajemen Krisis (PMK). BI akan terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan OJK untuk memonitor secara cermat dinamika penyebaran COVID-19 dan dampaknya terhadap perekonomian Indonesia dari waktu ke waktu, serta langkah-langkah koordinasi kebijakan lanjutan yang perlu ditempuh untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, serta menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap baik dan berdaya tahan.